AIR MATA BAHAGIA TRIO BAGUS
Ketika waktu telah berlalu, membuat sesuatu yang dahulu pernah ada menjadi terlewatkan begitu saja tanpa ada sebuah kisah inspiratif yang layak untuk di kenang. Panorama masa lalu mengingatkan akan adanya sebuah cerita antara engkau, kita dan dia. Saat-saat dimana persaudaraan kita mulai tercipta. Antara anak semi kota dengan anak desa yang selalu hidup bersama. Mengarungi luasnya lautan pendidikan sembari berdoa bersama demi terwujudnya cita-cita. Kesuksesan di masa depan membuat mereka selalu berusaha untuk tetap tegak berdiri menatap jauh akan singgasana kebahagiaan.
Kuliah adalah kesibukan sehari-hari yang bisa di katakan menyita kesibukan, walaupun jam kuliah tak selalu masuk setiap hari dalam seminggu namun tugas-tugas selalu ada seakan-akan berbicara “kapan aku kau kerjakan, kapan aku, kapan aku “. Memang itulah mahasiswa, bergelut dengan tugas itu sudah biasa. Jangan ngaku mahasiswa jika tak pernah mencicipi tugas dari dosen.
Di saat ricuh dengan banyaknya tugas, santer terdengar kabar tentang Ujian akhir semester yang akan tiba sebentar lagi. Tentunya terbesit keinginan untuk berjuang demi memenuhi segala aspek kebutuhan ujian, baik materi maupun kesiapan diri untuk menjalani proses yang menjadi momok tersendiri bagi mahasiswa.
Trio Bagus, tiga pria ganteng dengan tali persaudaraannya yang erat memaksanya untuk memikirkan solusi yang tepat. Pakso salah seorang dari anggota Trio Bagus, Ketika itu ia melihat isi dompetnya lekat-lekat, miris untuk bisa berharap akan terselesaikan urusan administrasi kampus. Jangan sebut Trio Bagus jika masalah hanya dipikul sendiri. Pakso kala itu yang ingin bekerja, apapun pekerjaan yang ia dapat, dirinya siap untuk menjalani selagi itu halal demi bisa melunasi biaya kuliah. Kace yang jarang masuk kuliah, banyak alasan darinya dari mulai mengajar di TPQ hingga membantu keluarganya disawah. Santer kabar Kace yang akan panen terdengar oleh Pakso yang saat itu ia bingung kesana kemari mencari uang di saat pembayaran kuliah akan segera berakhir. Persaudaraan antara Pakso, Kace dan Mblek yang begitu kental jangan tanya jika mereka tak sanggup untuk menjalani kerasnya hidup, dengan bersama mereka mampu walau keadaan tak memungkinkan.
Mblek adalah seorang pengurus desa, disaat ia masih kuliah ia sudah bisa mengabdi pada negara, menyerahkan sepenuhnya jiwa raganya untuk abdi menjalankan mandat yang telah ia dapat untuk membantu mengelola administrasi yang ada di desanya. Jika ditanya tentang gaji memang lumayan untuk sekedar rokok kopi. Saat saat awal bulan menjadi incaran kedua sahabatnya Pakso dan Kace sembari berkata "tanggal muda, tanggal muda" manadahkan tangan layaknya seorang gepeng ditrotoar. Selalu ada kata-kata yang terucap dari Mblek "santai, tenang tenang" jawaban yang sangat menggembirakan untuk kedua sahabatnya.
Namun kala itu memang waktunya bertepatan awal bulan. Pakso yang seakan sangat butuh biaya untuk bayar kuliahnya namun seakan malu dan tak enak hati jika harus meminjam kepada kedua sahabatnya. Niatan untuk meminjam memang ada namun untuk merealisasikan niat tersebut terasa berat sekali. Jika ia tak pinjam lantas dari mana ia dapat uang, saat itu kondisi sawahnya orang tuanya memang belum saatnya panen.
Kabar keinginan pakso meminjam uang kepada dua sahabatnya terdengar oleh Mblek dan Kace. Mendengar kabar tersebut kedua sahabatnya tak tinggal diam. Dengan rasa persaudaraan yang tinggi akhirnya keduanya bersepakat untuk patungan meminjami uang kepada Pakso. Namun tidak begitu saja. Mblek dan Kace ingin membuat kejutan dengan langsung membayangkannya ke Bank. Tanpa memberi tau Pakso terlebih dahulu.
Perasaan risau di fikiran Pakso selalu ada, ketika ia ingin mengatakan maksudnya kepada kedua sahabatnya namun selalu batal. Di saat ngopi bareng bertiga ia berencana untuk mengutarakan maksudnya namun lagi lagi batal. Ia bingung dan tak tau harus berbuat apa.
Di saat heningnya malam berselimutkan dingin menyelinap hinggap di tulang, tubuh kurus krempeng dengan senyum lebar yang menjadi maskotnya. Malam itu seakan tak ada lagi senyum senyum mengembang lebar terlihat diraut wajah Pakso. Teringat bahwa batas akhir pembayaran tinggal hari esok. Ia tak tahu harus cari uang kemana. Dengan kondisi seperti itu ia seakan pasrah menyerahkan seluruh hidupnya kepada Sang Pencipta. Berbasahkan air kesucian wudlu ia bergegas untuk bermunajat seraya mengadu kepada Sang Khaliq. Ia paham bahwa Tuhannya maha kaya atas segala kekayaan. Ia mengerti bahwa Tuhannya bisa mengabulkan apa saja yang diminta hambanya bahkan tak bisa untuk dinalar oleh akal fikiran manusia. Dengan keyakinan yang kuat, keinginan yang hebat ia mengadu mencurahkan seluruhnya kepada Allah SWT. Ia berdoa, memohon petunjuk dan jalan agar bisa menyelesaikan urusannya. Entah bagaimana mana caranya namun ia yakin bahwa Tuhannya tak akan diam dikala hambanya bersimpuh masalah.
Memang disaat seperti inilah Allah menguji hambanya, setiap cobaan yang diberikan selalu ada solusi untuk mengatasi masalah tersebut.
Latar belakangnya seorang santri dari salah satu Pondok Pesantren Ternama, tentu jiwa agamisnya yang begitu kental. Di waktu apapun ia usahakan untuk selalu mengingat Tuhannya. Ia percaya bahwa keajaiban akan ada untuknya
Sementara itu, kedua sahabatnya berniat ingin memberi kejutan kepada Pakso yang hari kemarin telah melunasi biayanya namun belum menyampaikan kepada Pakso. Mblek dan Kace memang sudah niat untuk beranjak ke kampus lebih cepat dari Pakso.
Sembari menunggu pakso mereka putuskan untuk sekedar ngopi ngopi di warung depan kampus. Saat itu wajah pakso belum terlihat bahkan kabar tentang kehadirannya pun masih menjadi misteri.
Kedua sahabatnya khawatir jika saja Pakso tak masuk kuliah sebab belum bisa melunasi, padahal tunggakan Pakso sudah dilunasi oleh kedua sahabatnya ini.
Akhirnya Mblek pun memutuskan untuk menghubungi Pakso, dengan ponsel barunya ia menghubungi pakso dan bertanya perihal kedatangannya ke kampus. Kebiasaan Pakso memang tidak langsung tanggap jika ada pesan masuk, ia terbiasa membiarkannya beberapa saat hingga dirasa dirinya benar-benar mau dan punya keinginan untuk membuka serta membalasnya.
Mblek dan Kace sangat khawatir jika saja Pakso tidak masuk sebab alasan tersebut. maka ia menjadi orang pertama yang sangat kecewa padahal tunggakannya sudah dibayarkan. Namun ia juga tak mau rencana hebatnya gagal. Akhirnya ia memutuskan untuk menunggu untuk beberapa saat lagi.
Dan benar, saat yang ditunggu tunggu telah tiba. Senyuman lebar tak ada duanya akhirnya terlihat dari kejauhan. Mblek dan Kace pun tertawa dengan lantangnya “hahahaha yang di tunggu datang juga “ ujar Kace yang kala itu meminum kopi di tegukan terakhirnya.
Mblek yang geram tak sabar sabar lagi untuk segera menyampaikan berita gembira ini “ayo tunggu apalagi, kita kasih tau Pakso “ ujarnya sembari mendesak Kace untuk segera bangkit sari duduknya.
“santai, santai kita buat dia tak akan bisa melupakan kejadian ini “ kata Kace saat menahan desakan Mblek.
Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk memberi tau kabar ini saat Pakso berani bilang bahwa ia belum bayar tunggakannya.
Sie Manis, motor kesetiaan Pakso pun terparkir tepat di hadapan Kace dan Mblek. Senyuman pakso yang ngangenin tak luput menjadi sambutan pertamanya. Disaat seperti ini ia masih mampu untuk mempertahankan senyumannya itu, walau mungkin senyuman itu sekarang terasa begitu berat.
“hallo makde” sapaan pertama Pakso kepada kedua temannya yang masih asyik duduk santai di depan warung kopi.
“hallo hallo” keduanya pun membalas dengan senyum lebar namun senyum keduanya ini tak mampu untuk menandingi kemanisan dan kelebaran senyum Pakso.
“sini ngopi dulu, biar gak sepaneng “ ajak mblek ketika Pakso mulai melepas helemnya.
Pakso pun ikut duduk bersama membentuk sebuah lingkaran seakan akan mengkaji sebuah bahasan yang dalam.
Kace dan Mblek pun hanya saling lirik dan sesekali nyengir. Ia menunggu saat saat Pakso curhat bahwa dirinya belum bisa melunasi administrasi.
Dan seketika, saat yang ditunggu tunggu tiba. Pakso pun berkata bahwa ia belum bisa melunasi administrasi yang itu menjadi syarat untuk mengikuti ujian akhir semester “gimana ini, aku belum bisa melunasi, mungkin aku gk bisa ikut ujian “ nada lemah terucap dari bibir pakso seakan tak ada daya baginya. Senyum lebarnya yang tadi terpampang seakan hilang tersapu derasnya ombak kehidupan.
Tak banyak kata, Mblek dan Kace langsung saja menyodori pakso dengan slip pelunasan biayanya. Spontan Pakso kaget dan membisu, tak ada sepatah kata yang keluar dari mulutnya hanya saja mata yang berbinar binar menghiasi raut wajahnya seakan memberi jawaban terima kasih yang begitu besar.
Air mata ketiga sahabat ini tak bisa terbendung, merek berpelukan dan saling memegang tangan antara satu dengan yang lainnya erat-erat. Dan akhirnya TRIO BAGUS pun bisa berangkat ke kampus dengan lega untuk melangsungkan ujian dengan hati gembira dan bahagia..
Kuliah adalah kesibukan sehari-hari yang bisa di katakan menyita kesibukan, walaupun jam kuliah tak selalu masuk setiap hari dalam seminggu namun tugas-tugas selalu ada seakan-akan berbicara “kapan aku kau kerjakan, kapan aku, kapan aku “. Memang itulah mahasiswa, bergelut dengan tugas itu sudah biasa. Jangan ngaku mahasiswa jika tak pernah mencicipi tugas dari dosen.
Di saat ricuh dengan banyaknya tugas, santer terdengar kabar tentang Ujian akhir semester yang akan tiba sebentar lagi. Tentunya terbesit keinginan untuk berjuang demi memenuhi segala aspek kebutuhan ujian, baik materi maupun kesiapan diri untuk menjalani proses yang menjadi momok tersendiri bagi mahasiswa.
Trio Bagus, tiga pria ganteng dengan tali persaudaraannya yang erat memaksanya untuk memikirkan solusi yang tepat. Pakso salah seorang dari anggota Trio Bagus, Ketika itu ia melihat isi dompetnya lekat-lekat, miris untuk bisa berharap akan terselesaikan urusan administrasi kampus. Jangan sebut Trio Bagus jika masalah hanya dipikul sendiri. Pakso kala itu yang ingin bekerja, apapun pekerjaan yang ia dapat, dirinya siap untuk menjalani selagi itu halal demi bisa melunasi biaya kuliah. Kace yang jarang masuk kuliah, banyak alasan darinya dari mulai mengajar di TPQ hingga membantu keluarganya disawah. Santer kabar Kace yang akan panen terdengar oleh Pakso yang saat itu ia bingung kesana kemari mencari uang di saat pembayaran kuliah akan segera berakhir. Persaudaraan antara Pakso, Kace dan Mblek yang begitu kental jangan tanya jika mereka tak sanggup untuk menjalani kerasnya hidup, dengan bersama mereka mampu walau keadaan tak memungkinkan.
Mblek adalah seorang pengurus desa, disaat ia masih kuliah ia sudah bisa mengabdi pada negara, menyerahkan sepenuhnya jiwa raganya untuk abdi menjalankan mandat yang telah ia dapat untuk membantu mengelola administrasi yang ada di desanya. Jika ditanya tentang gaji memang lumayan untuk sekedar rokok kopi. Saat saat awal bulan menjadi incaran kedua sahabatnya Pakso dan Kace sembari berkata "tanggal muda, tanggal muda" manadahkan tangan layaknya seorang gepeng ditrotoar. Selalu ada kata-kata yang terucap dari Mblek "santai, tenang tenang" jawaban yang sangat menggembirakan untuk kedua sahabatnya.
Namun kala itu memang waktunya bertepatan awal bulan. Pakso yang seakan sangat butuh biaya untuk bayar kuliahnya namun seakan malu dan tak enak hati jika harus meminjam kepada kedua sahabatnya. Niatan untuk meminjam memang ada namun untuk merealisasikan niat tersebut terasa berat sekali. Jika ia tak pinjam lantas dari mana ia dapat uang, saat itu kondisi sawahnya orang tuanya memang belum saatnya panen.
Kabar keinginan pakso meminjam uang kepada dua sahabatnya terdengar oleh Mblek dan Kace. Mendengar kabar tersebut kedua sahabatnya tak tinggal diam. Dengan rasa persaudaraan yang tinggi akhirnya keduanya bersepakat untuk patungan meminjami uang kepada Pakso. Namun tidak begitu saja. Mblek dan Kace ingin membuat kejutan dengan langsung membayangkannya ke Bank. Tanpa memberi tau Pakso terlebih dahulu.
Perasaan risau di fikiran Pakso selalu ada, ketika ia ingin mengatakan maksudnya kepada kedua sahabatnya namun selalu batal. Di saat ngopi bareng bertiga ia berencana untuk mengutarakan maksudnya namun lagi lagi batal. Ia bingung dan tak tau harus berbuat apa.
Di saat heningnya malam berselimutkan dingin menyelinap hinggap di tulang, tubuh kurus krempeng dengan senyum lebar yang menjadi maskotnya. Malam itu seakan tak ada lagi senyum senyum mengembang lebar terlihat diraut wajah Pakso. Teringat bahwa batas akhir pembayaran tinggal hari esok. Ia tak tahu harus cari uang kemana. Dengan kondisi seperti itu ia seakan pasrah menyerahkan seluruh hidupnya kepada Sang Pencipta. Berbasahkan air kesucian wudlu ia bergegas untuk bermunajat seraya mengadu kepada Sang Khaliq. Ia paham bahwa Tuhannya maha kaya atas segala kekayaan. Ia mengerti bahwa Tuhannya bisa mengabulkan apa saja yang diminta hambanya bahkan tak bisa untuk dinalar oleh akal fikiran manusia. Dengan keyakinan yang kuat, keinginan yang hebat ia mengadu mencurahkan seluruhnya kepada Allah SWT. Ia berdoa, memohon petunjuk dan jalan agar bisa menyelesaikan urusannya. Entah bagaimana mana caranya namun ia yakin bahwa Tuhannya tak akan diam dikala hambanya bersimpuh masalah.
Memang disaat seperti inilah Allah menguji hambanya, setiap cobaan yang diberikan selalu ada solusi untuk mengatasi masalah tersebut.
Latar belakangnya seorang santri dari salah satu Pondok Pesantren Ternama, tentu jiwa agamisnya yang begitu kental. Di waktu apapun ia usahakan untuk selalu mengingat Tuhannya. Ia percaya bahwa keajaiban akan ada untuknya
Sementara itu, kedua sahabatnya berniat ingin memberi kejutan kepada Pakso yang hari kemarin telah melunasi biayanya namun belum menyampaikan kepada Pakso. Mblek dan Kace memang sudah niat untuk beranjak ke kampus lebih cepat dari Pakso.
Sembari menunggu pakso mereka putuskan untuk sekedar ngopi ngopi di warung depan kampus. Saat itu wajah pakso belum terlihat bahkan kabar tentang kehadirannya pun masih menjadi misteri.
Kedua sahabatnya khawatir jika saja Pakso tak masuk kuliah sebab belum bisa melunasi, padahal tunggakan Pakso sudah dilunasi oleh kedua sahabatnya ini.
Akhirnya Mblek pun memutuskan untuk menghubungi Pakso, dengan ponsel barunya ia menghubungi pakso dan bertanya perihal kedatangannya ke kampus. Kebiasaan Pakso memang tidak langsung tanggap jika ada pesan masuk, ia terbiasa membiarkannya beberapa saat hingga dirasa dirinya benar-benar mau dan punya keinginan untuk membuka serta membalasnya.
Mblek dan Kace sangat khawatir jika saja Pakso tidak masuk sebab alasan tersebut. maka ia menjadi orang pertama yang sangat kecewa padahal tunggakannya sudah dibayarkan. Namun ia juga tak mau rencana hebatnya gagal. Akhirnya ia memutuskan untuk menunggu untuk beberapa saat lagi.
Dan benar, saat yang ditunggu tunggu telah tiba. Senyuman lebar tak ada duanya akhirnya terlihat dari kejauhan. Mblek dan Kace pun tertawa dengan lantangnya “hahahaha yang di tunggu datang juga “ ujar Kace yang kala itu meminum kopi di tegukan terakhirnya.
Mblek yang geram tak sabar sabar lagi untuk segera menyampaikan berita gembira ini “ayo tunggu apalagi, kita kasih tau Pakso “ ujarnya sembari mendesak Kace untuk segera bangkit sari duduknya.
“santai, santai kita buat dia tak akan bisa melupakan kejadian ini “ kata Kace saat menahan desakan Mblek.
Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk memberi tau kabar ini saat Pakso berani bilang bahwa ia belum bayar tunggakannya.
Sie Manis, motor kesetiaan Pakso pun terparkir tepat di hadapan Kace dan Mblek. Senyuman pakso yang ngangenin tak luput menjadi sambutan pertamanya. Disaat seperti ini ia masih mampu untuk mempertahankan senyumannya itu, walau mungkin senyuman itu sekarang terasa begitu berat.
“hallo makde” sapaan pertama Pakso kepada kedua temannya yang masih asyik duduk santai di depan warung kopi.
“hallo hallo” keduanya pun membalas dengan senyum lebar namun senyum keduanya ini tak mampu untuk menandingi kemanisan dan kelebaran senyum Pakso.
“sini ngopi dulu, biar gak sepaneng “ ajak mblek ketika Pakso mulai melepas helemnya.
Pakso pun ikut duduk bersama membentuk sebuah lingkaran seakan akan mengkaji sebuah bahasan yang dalam.
Kace dan Mblek pun hanya saling lirik dan sesekali nyengir. Ia menunggu saat saat Pakso curhat bahwa dirinya belum bisa melunasi administrasi.
Dan seketika, saat yang ditunggu tunggu tiba. Pakso pun berkata bahwa ia belum bisa melunasi administrasi yang itu menjadi syarat untuk mengikuti ujian akhir semester “gimana ini, aku belum bisa melunasi, mungkin aku gk bisa ikut ujian “ nada lemah terucap dari bibir pakso seakan tak ada daya baginya. Senyum lebarnya yang tadi terpampang seakan hilang tersapu derasnya ombak kehidupan.
Tak banyak kata, Mblek dan Kace langsung saja menyodori pakso dengan slip pelunasan biayanya. Spontan Pakso kaget dan membisu, tak ada sepatah kata yang keluar dari mulutnya hanya saja mata yang berbinar binar menghiasi raut wajahnya seakan memberi jawaban terima kasih yang begitu besar.
Air mata ketiga sahabat ini tak bisa terbendung, merek berpelukan dan saling memegang tangan antara satu dengan yang lainnya erat-erat. Dan akhirnya TRIO BAGUS pun bisa berangkat ke kampus dengan lega untuk melangsungkan ujian dengan hati gembira dan bahagia..
Oleh: Abid Amrullah.
Posting Komentar untuk "AIR MATA BAHAGIA TRIO BAGUS"