MENGAWAL TRANSFORMASI BOJONEGORO
Bojonegoro merupakan sebuah wilayah yang pernah menjadi endemic poverty sekaligus menjadi kabupaten termiskin se-Jawa Timur pada tahun 2000 dan kabupaten termiskin ke 3 se-Jawa Timur pada tahun 2006. Kabupaten ini sekarang bertengger di kancah tertinggi kabupaten termaju di provinsi Jawa Timur (data BPS). Pencapaian tersebut tentunya berkat banyaknya dukungan serta kinerja dari seluruh pihak yang bersinergi, bersatu, bersama, berjuang dalam satu tujuan demi terciptanya Bojonegoro yang maju dan sejahtera.
Pencapaian Bojonegoro sudah tidak hanya di lingkup nasional, bahkan kabupaten dengan 28 kecamatan ini sudah dikenal di kancah internasional sebagai kota yang mengalami percepatan ekonomi cukup tinggi. Bojonegoro terpilih sebagai satu-satunya wakil Indonesia dalam Pilot Project Open Government (OGP).
Open Goverment Pilot Project adalah program dari Gerakan Open Goverment yang bertujuan untuk mempromosikan dan memperkuat pengelolaan birokrasi tingkat kota/kabupaten yang terbuka, partisipatif, inovatif, dan responsif. Dari pencapaian tersebut, dunia mengakui bahwa Bojonegoro telah menjalankan pemerintahan yang terbuka, partisipatif, inovatif, dan responsif. Kedudukannya sepadan dengan kota-kota besar dunia yang terpilih seperti kota Seoul, Paris, Madrid, Buenos Aires, Sao Paulo, dan sejumlah kota lain.
Tentunya ada beberapa strategi yang menjadi kunci kebijakan dalam mengantar capaian ini. Sebagaimana dijelaskan oleh Suyoto, bupati Bojonegoro, bahwa sektor migas membawa dampak besar bagi meningkatnya kesejahteraan rakyat. Solusinya dengan optimalisasi potensi lokal, baik tenaga kerja, barang maupun kesempatan bisnis bagi pengusaha lokal. Ini ditunjukkan dengan penerbitan Perda 23 tahun 2011 tentang Optimalisasi Potensi Lokal.
Dewasa ini sektor migas masih menjadi primadona, namun beberapa sektor lain mulai menjadi perhatian khusus pemerintah Bojonegoro. Mulai dari investasi, perhotelan, properti, industri, agro industri, sektor jasa, pertanian, tambang, wisata dan lain sebagainya. Dari sekian banyaknya sektor pengembangan tentunya berpeluang besar membawa Bojonegoro ke jenjang stratifikasi sosial yang lebih tinggi. Sedang sektor wisata dan jasa berkembang cukup baik dengan adanya kebijakan pemberian insentif investasi bagi para pengusaha yang membuka usaha padat karya di pedesaan yang menjadi kantong kemiskinan terbukti membuahkan hasil yang maksimal.
Pemerintah memberikan solusi serta menopang usaha-usaha dari masyarakat yang notabene usaha menengah ke bawah, dari peminjaman modal hingga bantuan teralokasikan kepada warga yang membutuhkan. Mudahnya layanan kesehatan masyarakat di tiap rumah sakit maupun puskesmas menunjang perekonomian kecil masyarakat Bojonegoro yang mengaku miskin dan berobat di rumah sakit akan bebas biaya. Komunikasi dipermudah dengan adanya forum komunikasi seusai sholat jumat. bertujuan agar permasalahan di masyarakat bisa disampaikan kepada pemimpinnya sehingga pemerintah bisa sigap mengambil tindakan.
Forum seperti inilah yang jarang dijumpai di daerah lain. Kreatif dan inovatifnya Bojonegoro ditandai dengan fakta bahwa pemerintah dengan rakyat tak ada batas penghalang. Tak menutup masyarakat elit dan golongan bersepatu saja, golongan bersandal jepit pun diperkenankan ikut di forum untuk menagih janji dan mengadukan masalah yang dialami. Tentu berbagai tujuan dan maksud dari melapor, meminta keadilan hingga marah-marah tatkala menagih hutang pemimpinnya di waktu kampanye hingga sekarang belum terrealisasi dari janji manisnya dulu.
Padahal Christian Lambert Maria Penders menuturkan bahwa Bojonegoro pernah menjadi juru kunci abad ke 19an sebagai kabupaten termiskin se-Jawa. Sekarang tidak ada ilmuwan, peneliti, atau pihak yang menyebut bahwa Bojonegoro sebagai kabupaten termiskin. Dunia mengapresiasi pencapaian Bojonegoro sebagai kota dengan laju perekonomian tercepat. Jika tidak berlandas pada pola pemikiran kreatif, tentu sulit capaian ini terwujud.
Transfigurasi Wilayah
Dengan gerakan pavingisasi, jalan desa banyak yang dipaving. Tentu penggunaan paving membawa manfaat serta menunjukkan kearifan lokal masyarakat desa. Dalam pengawasan pembangunan hingga perbaikan. sulit bagi oknum tertentu memanipulasi dana pembangunan. Sebab tersedianya anggaran dengan jumlah besar mempermudah masyarakat ikut turut andil dalam mengawasinya.
Manfaat lain, yaitu paving memiliki nilai ekonomis rendah. Tak perlu alokasi dana tinggi dalam pembangunannya, sehingga dana tadi bisa memaksimalkan kawasan-kawasan lain yang belum dibenahi. Kondisi daya resap paving lebih tinggi dibanding yang lain, digunakan banyak pasir bertekstur kasar sehingga genangan air tak lama bisa meresap ke tanah. Demikian upaya menjaga lingkungan, kondisi demikian sedikit banyak lebih baik menggunakan paving daripada materi yang lain.
Kearifan lokal masyarakat yang dewasa ini dinilai cukup urgen bagi rakyat Indonesia adalah kesatuan dan persatuan. Dalam UU Bab: I Pasal I Butir 30, kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat. ‘guyup rukun’ akan tetapi sulit ditemukan Masyarakat enggan menjunjung tinggi nilai sosial dan kebersamaan. Bahkan sebagian di antaranya cenderung individualistis dan mengesampingkan urusan orang lain. Padahal pepatah Jawa mengatakan ‘Rukun agawe santosa, crah agawe bubrah’ artinya jika hidup saling rukun maka akan mendatangkan kesejahtaraan, jika hidup saling berselisih maka akan mengakibatkan kerusakan. Ketika jalan paving rusak, masyarakat bergotong royong memperbaiki, dengan keikhlasan dan kesadaran diri yang tinggi sehingga dengan pavingnisasi kearifan lokal bisa tercipta adapun kegotong royongan bisa terwujud.
Konteks Bojonegoro
Manusia dan alam merupakan satu kesatuan. Relasi keduanya seakan sukar terpisah satu sama lain. Di era modern, alam menjadi objek peneguh dan penerus kehidupan. Kerusakannya, sampah dimana-mana berimplikasi terjadi bencana alam yang bisa memakan korban. Kesadaran ekologis manusia sangat penting untuk paham dengan alam. Manusia secara sadar peduli alam, inilah yang terjadi masyarakat dahulu yang sangat menghargai alam. Terbukti adanya ritual Nyadran, wujud penghormatan kepada alam. Nyadran (manganan) merupakan kearifan lokal yang berkembang berabad-abad di masyarakat Jawa, pentingnya tugas kita menjaga kearifan lokal warisan para leluhur.
Begitupun ketika tamu tahunan masyarakat pinggiran Bojonegoro datang, pemilik lahan persawahan sekitar Bengawan Solo cemas. Sebab kala pesta panen raya menjelang tiba, banjir selalu datang. Akhirnya petani mengalami gagal panen dan menanggung kerugian. Menanggapi hal ini, pemerintah Kabupaten Bojonegoro berupaya mencegah dan menanggulangi banjir. Mulai dari pembangunan tanggul semi permanen hingga permanen. Uniknya ketika pembangunan tanggul di kawasan Kec. Kanor dibangun, Wangsit (Alm) merelakan tanah pribadinya sebagai lahan tanggul. Hingga kini, kondisinya masih kokoh, sehingga bermanfaat untuk menanggulangi banjir.
Namun persoalannya, kontur tanah di Bojonegoro mudah basah di musim hujan. namun cepat kering ketika kemarau. Akhirnya, terciptalah terobosan demi memperdayai keadaan ini, yaitu gencarnya pembangunan danau dan penampungan air. Upaya ini diharap mampu menanggulangi keterbatasan serta kelebihan air. Gerakan pembangunan Bojonegoro “Seribu Embung” ( seribu penampungan air) yang berlokasi pada setiap desa di Bojonegoro. Dengan menampung air saat penghujan tiba dan menyalurkannya ke sawah ketika kemarau, Sehingga kelangkaan air pada musim kemarau bisa diatasi.
Progresivitas
Lahan sawah yang minim, Kendati kondisi Bojonegoro 40 persen adalah hutan. Masyarakat tak mampu berharap banyak dari hutan yang dikuasai negara, namun Bojonegoro mampu menopang kebutuhan nasional, 15 persen Kebutuhan Pangan Nasional dari Bojonegoro, 20 persen Kebutuhan Energi Nasional (Migas) dari Bojonegoro (data BPS), Membuktikan bahwa Bojonegoro mampu mengelola lahan persawahan yang tidak begitu luas. Visi Bojonegoro sebagai lumbung pangan bagi negeri itu didasari Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Upaya pengembangan jumlah usaha, Pemkab Bojonegoro menggandeng sejumlah perbankan untuk persoalan bagi pengusaha dan masyarakat yang ingin membuka usaha. Dengan pemerintah sebagai penjamin di bank. Bunga yang kecil kepada masyarakat dengan subsidi APBD. Pemkab menerapkan UPP (upah pedesaan) bagi investor yang membuka usaha padat karya di pedesaan juga tenaga kerja terampil, membangun infrastruktur bahkan Pemerintah langsung yang mengurus. Dengan kontribusi usaha-usaha baru menanggulangi kemiskinan di Bojonegoro.
Tentunya dalam progres Bojonegoro tak lepas andil seorang, Kang Yoto, sapaan akrab bupati asli Bojonegoro kelahiran Desa Bakung ini. Progres Bojonegoro kestratifikasi sosial yang lebih tinggi dari capaian 2 periode masa baktinya. mencatat sejarah baru Bojonegoro menuju arah yang lebih baik.
Saling bersimbiosis antar kepemimpinan dan manajemen. Keduanya harus seimbang, ketika salah satu tidak sesuai, sulit untuk bisa berkembang. “Kepemimpinan dan manajemen adalah dua sistem aksi yang khusus dan saling melengkapi. Masing-masing memiliki fungsi dan aktifitas karakteristiknya sendiri. Keduanya diperlukan bagi keberhasilan dalam lingkungan bisnis yang kompleks dan cepat berubah. Kepemimpinan yang kuat dengan manajemen yang lemah tidaklah lebih baik, bahkan kadang-kadang malah lebih buruk, dari pada sebaliknya. Tantangan sebenarnya adalah menggabungkan kepemimpinan yang kuat dan manajemen yang kuat dan menggunakan masing-masing untuk menyeimbangkan yang lainnya” (John Kotter, “WhatLeader’s Really, Harvard”, Business review, vol, 79, no, 11, 2001).
Penulis adalah mahasiswa BKI STAI ATTANWIR Bojonegoro.
Posting Komentar untuk "MENGAWAL TRANSFORMASI BOJONEGORO"