Bahayanya Kehilangan Muka Saat Tutur Kata
Boleh lah sekali dua kali tujuh kali kita ngomong rada tinggian, bentak-bentak, teriak lontarkan maksud dan nek-unek kita. Ketika yah mungkin apa yang mereka omongin gak sependapat dengan kita. Wajar lah kan namanya manusia, kalo gak ngomong ya bisanya gerundel.
Sok-sok'an nyanggah lah, tapi omong aja gak jelas, ngelantur, atau yah bisa juga dikatakan kek orang kehilangan muka. Loh kok kecolongan? La nyatanya dia cari-cari muka. Kalo gak hilang, ngapain juga itu muka dicari?
Ngomong ceplas-ceplos sih boleh, gak ada yang ngelarang. Tapi juga harus bisa lihat juga papan dan wayahnya. Nyrocos aja bisanya tiap kali ada waktu-waktu yang dikatakan rada krusial dikit. Runyem deh jadinya.
Kek contoh nih, kehidupan kaum mahasiswa saat pelajaran di dalam kelas. Boleh lah ngomong banyak, ceplas-ceplos, dar-dor, bantah, elak sama yang di depan. Tapi juga perlu lah kita lihat kanan kiri kita nih ada orang. Orang yang pasti juga denger dan ikut pening ngadepin omongan yang ngelantur sono-sini.
Nyocot sama yang di depan mungkin sudah pada paham semua. begini nih maksudnya, kalo memang beneran ada dan yang perlu di bicarakan, ya monggo kerso, silahkan ditanyakan, didiskusikan bareng-bareng, sama Bapak Ibuk yang di depan dan juga kanan kiri diajak lah, kalo boleh. Tapi kalo memang tidak ada dan tidak perlu dibicarakan, ngapain juga ngomong ita-itu nggak jelas. Waktu bro, ngomong juga pakek waktu. Mau tanya gak ada pertanyaan, eh masih aja tu mulut ngak ngek kek biola rusak. Ibarat kata orang sih, udah jongkok mau berak tapi lagi gak ingin keluar. Belum ada hasrat yang menggebu katanya. Tapi masih dipaksa jongkok. Buang buang umur.
Dua hal yang harus dan wajib dipahami. "WAJIB" saya sendiri yang mewajibkan, pula untuk saya sendiri, kalo you you mau ikutan sih boleh aja silahkan. Ikutan mewajibkan maksudnya.
Ngomong itu hak dan kebutuhan tiap individu. Ngomong secara publik dan secara pribadi itu pun harus di pahami. Seperti apa jika berhadapan dengan orang banyak dan bagaimana ketika bicara cuma empat mata. Tentunya berbeda kan, maka dari itu jangan disama sajakan. Eh wajib juga tuh, buat yang coret sendiri ini nih khususnya.
Tapi, tiap kali cakap-bercakap ada unsur-unsur yang harus diperhatikan juga. Yaitu kek di mana kita, pada situasi seperti apa kita bicara, dengan siapa kita bicara, apa yang dibicara dan nantinya akan seperti apa. Tentunya efek dan akibat dari pembicaraan terbesut.
Begini nih maksudnya, orang jago omong sih positif akan kelihatan kepribadiannya. Karena katanya kaum berdasi bilangnya "lisanmu harimau, juga celana dalammu". Ketika ngomong dan yang diomong itu selaras dan sesuai dengan unsur diatas (tempat, situasi, siapa, apa dan akan jadi apa) maka akan terlihat pula dari segi intelek dan kepribadian yang memukau dari si pembicara. Para mustami pasti akan terkagum-kagum lantas bersorak ria selepasnya.
Namun ketika sang pembicara tak mampu untuk memahami dan bersikap yang layak pada unsur-unsur tersebut (di atas), maka akan nampak pula dengan sendirinya seperti apa dan bagaimana kepribadiannya. Tak perlu dijelaskan secara mendetail lagi.
Yah ini lah yang saat ini marak terjadi. ketika dihadapkan dengan orang yang modal kentut saja, soalnya omongan juga udara yang keluar dari tubuh kan sama saja dengan kentut. Mereka begitu sebab mungkin, ini mungkin dan sekali lagi mungkin, sedang dalam taraf pencarian perhatian dan seperti judul di atas. Ingin di anggap wow dan jenius tapi malah bertolak belakang. Sebabnya ya itu tadi masih belum mampu memahami dan menerapkan unsur tersebut.
Maka dari itu, sekarang ini juga ada orang yang sudah males bicara waktu di kelas, males bercericit, termasuk yang nyoret sendiri, sebab dirinya mulai sadar dan sedikit bisa memahami keadaan. Tak mau ikut-ikutan larut seperti itu.
Setidaknya ada saatnya di mana kebenaran tak perlu keluar dari diri. Jika memang itu benar dalam anggapan kita dan memang sudah sesuai. Objek pertama yang harus menjadi kambing hitam dalam implementasi tersebut adalah diri sendiri. Figur contoh, jika baik syukur jadi panutan. Nantinya dengan sendirinya publik akan meniru dan ikut mencontoh jika mereka sudah sadar dan juga bisa merasakan kebenarannya.
Amit setunggal ewu, Bukan menganggap sok suci, sok bener sendiri. tapi, sekali lagi, diamnya seorang yang berilmu dan bertahu akan berpengaruh besar jika ia ngomong. Namun tak berefek secara signifikan bagi yang suka ngomong tapi dangkal pengetahuan juga tak bertahu.
Yang dikhawatirkan nantinya yang akan terjadi, domain yang vital akan dikuasai oleh mereka yang tak bertahu. Sebab mereka berani nyocot walaupun hanya sekedar mencari mukanya yang hilang. Lantas bagaimana sikap dari kaum yang bertahu?. Sementara biarkan selagi masih bisa ditolerir. Namun jika sudah tak bisa, pukul tendang tendang dah orang kek gitu, membelah masalah dalam masalah, kek amoba membelah diri jadi banyak.
Penulis adalah Mahasiswa BKI STAI ATTANWIR
Posting Komentar untuk "Bahayanya Kehilangan Muka Saat Tutur Kata"